Sunday, November 30, 2008

PERAN PETER THE VENERABLE DALAM HUBUNGAN KRISTEN – ISLAM ABAD XI - XII

A.Pengantar (Riwayat Peter the Venerable (1094-1156) dan Biara Cluny abad XI -XII)
(But I attack you not, as some of us [Christians] often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love…). –Peter the Venerable-

Peter the Venerable (untuk selanjutnya akan digunakan sebutan ‘Peter’) lahir pada tahun 1094 (beberapa ada yang menulis 1092). Pada usianya yang ke tujuh belas (1111), Peter menjalani pendidikannya dalam biara di Sauxillanges, Perancis. Tiga tahun kemudian, ia menjadi rahib di biara Vézelay. Kemudian dia berpindah ke biara Dominikan. Pada usianya yang ketiga puluh (1124), Peter diangkat sebagai Abbot di biara Cluny, Perancis. Biara Cluny adalah Gereja yang paling berpengaruh di Kristen Eropa pada zaman pertengahan di Barat saat itu. Disebabkan kualitas yang dimilikinya, Peter digelari dengan the Venerable (yang terhormat). Peter yang dikenal juga sebagai Pierre Maurice de Montboissier. Peter meninggal di Cluny (sekarang lokasinya di Mâcon, Perancis) pada tanggal 25 Desember 1156.
Antara tahun 1142 dan 1143 Masehi, Peter menghabiskan waktunya untuk mengadakan perjalanan ke Spanyol Utara. Hal ini ia lakukan untuk meningkatkan peluasan rencana-rencana yang telah ia gagas. Rencana pertama adalah untuk menyediakan informasi terpercaya tentang Islam bagi umat Kristen Eropa yang kurang mengetahui secara pasti tentang kebudayaan Islam. Rencana kedua yaitu untuk menepis anggapan apapun dari umat Kristen tentang Islam sebagai agama yang salah. Hasil dari rancangan ini adalah kumpulan-kumpulan tulisan Clunik dan terdiri dari karya-karya dosen Latin yang berbagai ragam dan dalam waktu yang lama. Hasil ini juga dikenal sebagai koleksi Toledo, karena dibuat di kota Toledo. Waktu itu Toledo menjadi sentra kegiatan bagi penerjemahan karya-karya Arab tentang ilmu pengetahuan dan filsafat yang dilaksanakan setelah pendudukan kembali di tahun 1085 M. Di situ ia menghimpun sejumlah cendekiawan untuk menerjemahkan karya-karya kaum Muslim ke dalam bahasa Latin. Terjemahan itu akan digunakan sebagai bahan untuk misionaris Kristen terhadap dunia Islam.1
Adapun latar belakangnya adalah karena munculnya perang Salib, yaitu perang yang terjadi antara tentara Islam dengan Kristen. Perang ini tercetus saat tentara Alp Arselan (tahun 464 H/1071 M) yang berkekuatan 15.000 prajurit, mampu mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang (Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis, dan Armenia). Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib.
Sejak Perang Salib berlangsung, ada sebagian tokoh Kristen yang menilai Perang Salib merupakan cara yang tidak tepat untuk menaklukkan kaum Muslim, termasuk Peter. Sebagai tokoh misionaris Kristen pertama di dunia Islam, Peter merancang bagaimana menaklukkan umat Islam dengan pemikiran, bukan dengan senjata. Sebagai seorang Kepala Biara Cluny, ia memiliki peran yang besar, karena biara Cluny sangat berpengaruh dalam Perancis.
Biara Cluny adalah biara Benediktin yang didirikan oleh William Pious, Pangeran Aquitaine pada awal abad kesepuluh ketika Gereja pada zaman itu benar-benar sakit. Pergumulan politik saat itu telah mencabik-cabik Eropa. Para pemimpin Gereja mulai merampas tanah dan kekuasaan. Mereka mulai menggunakan kekerasan dan penipuan, serta bersikap amoral – sama seperti panglima-panglima perang orang kafir-. Karena keadaan itulah ia mendirikan sebuah biara di Cluny. Biara ini menjadi perkumpulan independen yang bebas dari perebutan kekuasaan kekaisaran dan langsung di bawah perlindungan Paus. Biara mengacu pada peraturan-peraturan yang digariskan oleh Benedictus dari Nursia pada tahun 500-an – kemiskinan, kesucian dan kesetiaan. Peraturan Benedictus ini disambut dengan baik. Orang termasyhur seperti Gregorius Agung dan Karel Agung telah menyebarkannya, dan dengan singkat diselenggarakan di seluruh kekaisaran pada abad kesembilan meskipun peraturan itu tidak pernah mengakar sampai sekarang di Cluny.2

B.Konteks Historis Hubungan Kristen-Islam abad XI-XII
Pada abad XI, hubungan Kristen Islam banyak didominasi oleh hubungan perang, karena pada semasa hidup Peter, Perang Salib sedang berlangsung, bahkan baru mulai (1095).
Perang Salib memiliki tujuan utama untuk membebaskan tempat-tempat suci Kristen di Palestina dari penguasaan dan pendudukan laskar Islam,untuk kemudian menetapkan dan mempertahankan ketentuan-ketentuan Kristen di tempat-tempat itu.3 Biara Cluny menjadi ikon kebangkitan religius yang mempengaruhi seluruh dunia kekristenan Latin, maka Peter kelak akan berperan penting dalam hubungan Kristen Islam ini, menyangkut tentang posisinya sebagai Kepala Biara.
Kebencian yang pernah muncul dari umat Kristen bertambah besar ketika dinasti Seljuk dapat merebut Bait al-Maqdis (Yerusalem) pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Seljuk menetapkan beberapa aturan bagi umat Kristen yang hendak berziarah ke sana. Rupanya, peraturan itu dirasakan mempersulit mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke Tanah Suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode, dan pada masa hidup Peter, banyak diwarnai periode pertama (1095-1151).
Perang pertama (1096-1099) merupakan keberhasilan besar bagi Kristen karena mampu menaklukkan Nicea tanggal 18 Juni 1097, menguasai Raha (Edessa) tahun 1098, dan merebut kembali Bai al-Maqdis di Yerusalem di 15 Juli 1099. Empat negara Perang Salib yang berdiri adalah: kerajaan Jerusalem, Antioch, Edessa dan Tripoli. Namun pada tahun 1144 M, Imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak dapat menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Karena wafat tahun 1146 M, tugasnya dilanjutkan putranya, Nuruddin Zanki, dan berhasil merebut Antiochea pada tahun 1149 M, dan tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali namun Jerusalem tetap bertahan hingga tahun 1187. Sama sekali ada penggabungan ke Perang Salib dan ekspedisi-ekspedisi yang lain pada suatu tipe Perang Salib, sebagian di Eropa menentang heretika (bidaah) Kristen. Namun hasil yang paling solid menentang umat Islam adalah perebutan Acre dan sebidang pesisir Palestina di tahun 1991 Masehi dan peninggalan mereka selama satu abad. Banyak korban dari kedua belah pihak karena pedang.
Paus dan semua yang mengorganisir angkatan bersenjata sedikit punya ide tentang kondisi yang akan mereka hadapi, meskipun telah mengadakan perjalanan ke Jerusalem. Mereka tidak punya sedikit pun ide tentang peluasan kekuasaan muslim. Berbagai kesuksesan yang mereka raih barangkali karena sekitar tahun 1100 Masehi umat Islam Palestina dan Syria biasanya berada di bawah kekuasaan khalifah di Baghdad, merupakan negeri-negeri kecil merdeka yang saling bersitegang satu dengan yang lain, namun kadangkala siap-sedia bekerjasama dengan raja-raja Kristen untuk menentang rival-rival negeri Islam.
Di tengah-tengah ketegangan antara Kristen dan Islam yang panas inilah Peter memiliki gagasan untuk mengalahkan Islam tapi tidak dengan cara perang, namun dengan pemikiran. Maka dia harus mencari informasi dan data-data penting tentang Islam guna menunjang rencana dan gagasannya untuk melawan Islam tanpa harus berperang.

C.Sumbangan Peter The Venerable dalam Hubungan Kristen-Islam
Gagasan awal yang muncul dari Peter adalah keprihatinannya karena melihat perang dan korban yang banyak bertumbangan. Maka dia membuat suatu pemikiran lain, yang sama sekali baru, dengan tidak melalui jalan pedang dan darah, yaitu mendekati Islam dengan menekankan perlunya studi yang serius karena dia beranggapan bahwa agama Islam harus dimengerti berdasarkan teks-teks agama mereka (al-Quran). Maka dari ide inilah pada tahun 1141-1142, Peter berkunjung ke Toledo, Spanyol.
Kedatangannya ke Toledo untuk mengkaji Islam lebih lanjut. Peter memulainya dengan membentuk, membiayai sekaligus menugaskan sebuah tim yang akan menerjemahkan karya berseri dan bisa dijadikan landasan bagi para misionaris Kristen ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin. Pierre de Poitiers, sekretarisnya, adalah orang yang dipercayakan untuk hal ini. Pierre diminta menerjemahkan ke dalam bahasa Latin terjemahan al-Quran yang dibuat oleh Robert dari Ketenes, seorang archi-diakon dari Pamplona. Robert sendiri menyelesaikan terjemahan al-Quran kira-kira pertengahan bulan Juni ataupun Juli 1143 (538 H). Terjemahan Robert, Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut Al-Qur’an) merupakan pemicu bagi munculnya studi Islam di Barat kelak. Meskipun beberapa pandangan ada yang menyatakan bahwa Robert mengandung berbagai kesalahan mendasar dalam menerjemahkan al-Qur’an, namun tetap saja karyanya dijadikan fondasi bagi kajian keislaman di ‘zaman pertengahan’ sekaligus fondasi bagi terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Italia, Jerman dan Belanda (sampai abad XV)4. Selain itu, Peter juga dibantu oleh orang muslim dengan nama samaran Muhammad yang berperan menerjemahkan dari bahasa Arab ke Spanyol, karena Peter sendiri tidak mengerti bahasa Arab. Dengan bantuan Pierre de Poiter, sekretarisnya, Peter berusaha untuk mencari pokok-pokok persoalan yang dapat dipakai untuk membuat hubungan dengan Islam.5
Peter mengungkapkan kata-katanya yang khas kepada orang Islam, “But I attack you not, as some of us [Christians] often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love…” (“… aku menyerangmu, bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta…”). Dia menggunakan kata menyerang karena berlatar belakang Perang Salib.
Oleh sebagian orang, mereka menangkap bahwa ungkapan Peter dalam pengkajian Islam (Islamic Studies) ini perlu dilakukan oleh kaum Kristen, agar mereka dapat “membaptis pemikiran kaum Muslimin”. Jadi, kaum Muslim bukan saja perlu dikalahkan dengan ekspedisi militer, melainkan juga harus dikalahkan dalam pemikiran mereka. Peter Venerabilis dianggap mengajak orang Islam ke jalan keselamatan Kristen dengan cara mengalahkan pemikiran Islam. Ia berangkat dari kepercayaan Kristen bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus). Tentang Al-Qur'an sendiri Peter menyatakan, bahwa Al-Quran tidak terlepas dari para setan. Setan telah mempersiapkan Muhammad, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim informan kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).6

D.Dampak Gagasan Peter the Venerable pada Hubungan Kristen-Islam
Pada mulanya, sikap Gereja terhadap perang dipengaruhi oleh gerakan spiritual the peace of God. Pada hakikatnya, gerakan spiritual ini merupakan mekanisme pembelaan diri yang sebenarnya merupakan buah Reformasi dari Biara Cluny. Oleh para Reformator tarekat Cluny (Peter belum menjadi kepala biara Cluny), sebagai tanggapan dan keamanan para peziarah yang hendak ke Yerusalem (Tanah Suci), mereka dipersenjatai guna membela diri apabila ada serangan. Kemudian mereka melontarkan gagasan semacam jihad yakni perang yang diprakarsai oleh Gereja menentang orang-orang kufur dan para penghujat Allah.
Jasa biara Cluny bagi Gereja memang besar, sehingga ketika Peter harus menjabat sebagai Abbot yang kedelapan di biara Cluny pun seolah-olah memiliki tanggung jawab terhadap sejarah seperti yang telah dipaparkan di atas. Gagasan Peter untuk menyerang Islam dengan menggunakan pikiran dan bukan dengan kekerasan fisik pun menginspirasi tokoh pemikir Kristen yang lain guna menuangkan pemikiran-pemikirannya untuk ‘menyerang’ Islam, membuka hubungan di antara kedua belah pihak. Bahkan untuk mendapatkan sokongan atas usaha intelektualnya, Peter mengirim surat kepada Bernard dari Clairvaux (±1090-1153), seorang tokoh terkemuka Gereja Katolik di Perancis yang memainkan peran penting dalam Perang Salib. Dalam suratnya kepada Bernard dari Clairvaux (Epistola Petri Cluniacensis ad Bernardum Caraevallis), Peter menyatakan sekiranya apa yang dilakukannya dianggap tidak berguna, karena senjata untuk mengalahkan musuh (Islam) bukan dengan pemikiran, namun kerja-kerja ilmiah seperti itu tetap akan ada manfaatnya. Jika orang-orang Islam yang sesat tidak bisa diubah, maka sarjana Kristen akan bisa menasehati orang-orang Kristen yang lemah imannya.7
Pada tahun 1108, Pedro de Alfonso, seorang Spanyol yang semula beragama Yahudi lalu pindah ke agama Kristen, membuat tulisan dari lingkungan antar-kultural sampai ke gerakan awal ke arah ilmu pengetahuan Islam faktual yang lebih besar. Hal ini memuat juga dialog tentang Islam. Pengaruh utama pada petunjuk ini berasal dari Peter yang memperbaharui tradisi dari para pendahulu besar sebagai kepala-kepala biara Cluny dan memperhatikan secara mendalam akan kemurnian dan keaslian ketaatan Benedictine. Dengan pandangan demikian, maka tak mengherankan kalau seperti yang direfleksikan pada Perang Salib: "Tumbuh di dalam pikirannya suatu konfiksi kuat yang menyatakan maksud dan tujuan Perang Salib yang sama sekali telah diabaikan, padahal seharusnya menjadi perhatian Kristen yang paling sentral, yakni, agar umat Islam berubah agamanya menjadi pemeluk agama Kristen.".
Selain itu tokoh dominikan yang terkemuka, yaitu Ricoldo da Montecroce (1234-1322) juga melanjutkan studi tentang Islam yang merupakan perkembangan dari gagasan yang dirintis Peter Venerable. Ia bahkan membaktikan diri sepenuhnya untuk berkarya dalam misi di antara orang-orang Islam. Ia dapat bertukar pendapat dengan para ulama, bahkan sempat berkotbah di dalam masjid. Dia memberikan contoh dialog antar agama yang baik. Dia juga menekankan bahwa perlunya untuk mengenal Kitab Suci agama Islam dan Kristen.
Entah bagaimana terjadinya, peran Peter dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya ini telah membuat babak baru dalam pembelajaran tentang Islam. Misalnya saja Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut Al-Qur’an) yang berhasil menjadi pemicu bagi munculnya studi Islam di Barat pada zaman itu, sehingga banyak pemikir Kristen yang tertarik untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi.

E.Penutup (Tindak Lanjut sepeninggal Peter the Venerable)
Penerjemahan al-Quran dari bahasa Arab ke bahasa Latin dilakukan karena bahasa Latin adalah induk bagi bahasa-bahasa di Eropa. hal yang termasuk karya terbesar dari biara Cluny ini telah dijadikan dasar bagi orang-orang Eropa zaman itu untuk mempelajari Islam secara lebih komprehensif. Maka tidak heran para pemikir Kristen Eropa zaman abad pertengahan dapat memahami isi al-Quran karena menggunakan terjemahan dari Ketton atas prakarsa Peter, bahkan masih dipakai sebagai referensi untuk memahami dunia Islam sampai diterjemahkan ke dalam bahasa Latin yang lebih baru oleh Marracci dan pendeta Inveknitus XI dengan menyertakan teks Arabnya juga. Mereka juga mengulas panjang sekaligus menulis ulasan penolakan terhadap Islam tahun 1691. Pada tahun 1697 dicetak di Eropa.
Jadi, selama kurang lebih 600 tahun para sarjana Kristen terkemuka menjadikan terjemahan Ketton sebagai sumber utama ketika merujuk kepada al-Qur’an. Mereka antara lain adalah Nicholas dari Cusa (1401-1464), Dionysius Carthusianus (1402/3-1471), Juan dari Torquemada (1388-1468), Juan Luis Vives (1492-1540), Martin Luther (1483-1546), Hugo Grotius (1583-1645) dan lain-lainnya. Mereka menggunakan terjemahan Robert ketika mengkaji Islam. Dengan terjemahan tersebut, Barat untuk pertama kalinya memiliki instrumen untuk mempelajari Islam secara serius (With this translation, the West had for the first time an instrument for the serious study of Islam).8
Waktu 600 tahun adalah waktu yang sangat lama dan sangat luar biasa bagi penggunaan referensi sebuah buku terjemahan. Para pemikir Kristen dapat berdiskusi dan berdialog panjang lebar dengan para pemikir Islam, yang kerap kali menuntut suatu kejelasan dari kedua belah pihak, meskipun tidak jarang menemui jalan buntu. Inilah sumbangan terbesar dari Peter. Meskipun dalam perkembangannya hubungan Kristen Islam tidak selalu harmonis, namun hasil dari penerjemahan ini telah membawa peluang Kristen dan Islam untuk saling bertemu dan bertatap muka.
Meskipun usaha Peter selama masih hidup tidak mendapat sambutan baik, namun kini, setelah kurang lebih 850 tahun kematiannya, para calon intelektual Muslim justru banyak yang belajar mengenai Islam (Islamic Studies) dari orang-orang Kristen. Peter dengan kerja-kerja ilmiah bukan saja telah memprakarsai ketertarikan sarjana Kristen kepada studi Islam, bahkan telah ‘menaklukkan pemikiran’ sebagian sarjana Muslim yang lemah iman dan kurang ilmu.

Daftar Pustaka:
Adnin Armas
2005.Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur'an, Jakarta: GIP

Eddy Kristiyanto, OFM
2002. Gagasan yang Menjadi Peristiwa, Jakarta: Kanisius.

Kritzeck, J
1964.. Peter the Venerable and Islam. Princeton N.J., P.U.P.

Maxime Rodinson
1974. “The Western Image and Western Studies of Islam,” dalam The Legacy of Islam, editor Joseph Schacht dengan C. E. Bosworth, Oxford: Oxford University Press, edisi kedua.

R. W. Southern
1962., Western Views of Islam in the Middle Ages, Cambridge: Harvard University Press.

http://media.isnet.org/antar/Watt/PersepsiKristenIslam.html.

http://telagahikmah.org

http://www.jurnalism.net

http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen

No comments: