Sunday, November 2, 2008

Kotbah Pesta Pemberkatan Basilik Lateran

Minggu, 9 November 2008
PESTA PEMBERKATAN GEREJA BASILIK LATERAN
Bacaan I : Yeh. 47:1-2.8-9.12
Bacaan II : 1 Kor 3:9b-11.16-17
Injil : Yoh. 2:13-22

2:13 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem.
2:14 Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
2:15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
2:16 Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."
2:17 Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku."
2:18 Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?"
2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."
2:20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"
2:21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
2:22 Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.




Bapak, Ibu, saudara-saudari, yang terkasih,
Seringkali kita membayangkan atau melihat bahwa sifat Tuhan adalah Tuhan yang baik hati, murah senyum, suka menolong, mengampuni, dsb. Dalam sosok Tuhan Yesus, kita bisa melihat semua sifat itu.
Tapi hari ini, dari Injil Yohanes, kita belajar sesuatu yang lain. Kita melihat sesuatu yang lain dari kisah pengalaman Tuhan Yesus, yaitu Tuhan Yesus marah, ‘ngamuk’, semua yang ada di sekitar Bait Allah dibantingNya, diobrak-abrik. Mengapa? Karena Bait Allah, yang notabene adalah tempat untuk berdoa, tempat dimana Allah hadir dan meraja, dipakai orang sekitar untuk berdagang. Berdagang memang boleh, tetapi dalam hal ini berdagang dinilai Tuhan sebagai suatu aktifitas yang tidak sesuai pada tempatnya. Orang kalau berdagang biasanya di mana? Ya, betul di pasar. Ada pasar Kolombo, pasar Klithikan, Pasar Ngasem, dsb.
Bisa anda bayangkan, Gereja ini dipakai untuk berdagang macam-macam. Yang sebelah kiri dipakai untuk berdagang dawet Ayu Banjarnegara, di sebelah sana untuk dagang burung, di sebelah sana toko tanaman hias, bahkan ada yang buka rental PS. Apakah anda bisa terima? Tidak kan?
Dari berita yang saya dengar, dan mungkin anda juga sudah mendengar, di negara-negara Eropa, boleh percaya boleh tidak, saat ini Gereja dalam kondisi yang memprihatinkan. Banyak gedung-gedung Gereja dipakai untuk museum, kafe, atau restoran. Mengapa? Karena sudah banyak Gereja yang tutup, sudah kehabisan umat. Umat tidak pernah lagi datang ke Gereja. Jumlahnya imamnya juga sedikit. Barangkali jumlah imamnya pun lebih banyak daripada jumlah umatnya. Yah, demikianlah situasi Gereja di Eropa, sudah ditinggalkan dan menjadi kosong. Apakah anda semua mau melihat Gereja kita seperti itu 10 tahun mendatang? Saya kira tidak.
Maka, untuk semakin menjaga kekokohan Gereja, agar tetap bertahan, kita perlu menjaga Bait Allah kita sendiri. Dimanakah Bait Allah kita itu? Bait Allah kita terletak di dalam hati kita masing-masing. Hati kita menjadi tempat Allah untuk hadir, Allah yang Kudus, yang menjiwai seluruh hidup kita.
Maka, supaya Allah tetap kerasan, tenang, nyaman dalam hati, kita perlu membersihkan dari aneka kotoran-kotoran hidup. Bagaimana caranya? Caranya yaitu membuang jauh-jauh segala yang membuat hati kita iri, dengki, dendam, dsb. Kalau sulit, ambillah cambuk, dan obrak-abriklah segala yang mengotori hati anda tersebut. Anda boleh marah. Usirlah, tinggalkan hal-hal yang mengotori itu. Dengan demikain, hati tetap bersih, tenang, dan Tuhan tinggal dengan nyaman dalm hati kita, sehingga seluruh tindakan dan perbuatan sehari-hari kita dijiwai oleh Allah sendiri. Allah yang menggerakkan.
Pada hari ini Gereja merayakan Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran. Gereja ini dipersembahkan secara khusus kepda Sang Penebus, Tuham kita Yesus Kristus. Namun sejak abad 12 dipersembahkan juga kepada St. Yohanes Pembaptis. Basilik Lateran ini merupakan gereja Sri Paus yang tertua. Di istana sampingnya, tinggal Sri Paus sejak abad 4 sampai abad 15. Gereja itu didirikan oleh Kaisar Konstantin dan diberkati oleh Paus Silvester I tahun 324. Setelah sepanjang sejarahnya mengalami pengrusakan dan pemugaran, pada tahun 1726 diberkati lagi oleh Paus Benediktus XIII dan selanjutnya dirayakan setiap tanggal 9 November, seperti hari ini. Saya ingin anda menghitung sejenak, bahwa Gereja Basilik Lateran ini sejak didirikannya pada abad 4 sampai sekarang, abad 21, kurang lebih 17 abad atau sekitar seribu tujuh ratus tahun, telah menjadi simbol bertahannya iman yang kuat dan kokoh. Bolehlah saya mengatakan selama kurang lebih seribu tujuh ratus tahun Gereja ini memberikan bukti bahwa iman Kristiani begitu kuatnya mengakar dalam umat beriman. Kita bisa belajar, bagaimana kokohnya ini adalah merupakan semangat bagi kita untuk terus mempertahankan dan mengembangkan iman yang benar. Dalam Kristus kita bisa kuat, sekuat berdirinya Gereja Basilik Lateran ini.
Kekokohan iman kita tidak semata-mata datang begitu saja, namun Tuhan sendirilah yang menggerakkan. Tuhan menjadi dasar dari semua itu. Ingat, dalam bacaan pertama, Tuhan Yesus telah menjadi dasar yang paling pertama diletakkan. Tuhan Yesus menjadi dasar terbentuknya Bait Allah dalam diri kita. Maka, hendaknya kita terus menjaga dan melestarikan agar tetap kokoh berdiri, tidak hanya untuk sepuluh tahun, seratus tahun atau seribu tujuh ratus tahun, tapi untuk selamanya. Biarkan Allah tinggal dalam Bait Allah diri kita selamanya. Karena Tuhan Yesus yang menjadi dasar, kita yang membangun dan melestarikan. Allah yang tinggal dalam diri kita adalah Allah yang kudus, maka sebenarnya diri kita adalah kudus. Tidak pantaslah kalau kita memperlakukan yang kudus ini dengan sesuatu yang jauh dari sifat kekudusan. Kita telah diciptakan menurut gambar Allah. Maka, jelek-jelek begini saya juga gambaran Allah sendiri. Maka jangan macam-macam dengan saya, dan jangan sampai kita pun memperlakukan yang lain dengan sesuka hati, tetapi tetap melihat bahwa kita adalah citra Allah, dan Allah yang kudus tinggal dalam diri kita.
Kita dapat memelihara kekudusan Allah dalam diri kita dengan melakukan perbuatan kasih bagi sesama. Contoh yang paling mudah adalah dengan membuat orang lain nyaman saat bertemu dengan kita, yaitu tersenyum atau menyapa dengan tulus hati. Lebih dari itu, anda bisa membuat tindakan kasih yang lain. Namun satu hal yang perlu diingat, bahwa untuk menjaga agar hati tetap kudus, menjadi tempat tinggal Allah yang nyaman, sekaligus membuat orang lain juga merasa nyaman, kita perlu mengorbankan sesuatu dari kita, bahkan yang paling berharga sekalipun, semata-mata agar Allah tetap tinggal dalam hati. Kita berani rela untuk berkorban dari apa yang kita miliki. Tuhan Yesus sendiri mengorbankan nyawa demu keselamatan manusia, yang notabene adalah tempat tinggal Allah sendiri, Bait Allah yang hidup.
Demikianlah, permenungan hari ini akan saya akhiri dengan sebuah cerita singkat.
Suatu ketika seorang pastor berkhotbah tentang rahmat keselamatan. Dengan berapi-api, dia menguraikan secara jelas tentang Keselamatan,
“Keselamatan adalah rahmat, gratia, gratis! Kita menerimanya secara cuma-cuma dari Allah. Seperti halnya kita minum air, tinggal minum saja…”
Umat mengangguk-aggukkan kepalanya, menyerujui dan mengatakan ‘Amin’ pada apa yang telah dikatakan pastor itu. Selesai khotbah, tibalah saat persembahan, dan beberapa petugas menyodorkan kotak kolekte kepada umat. Tiba-tiba berteriaklah seorang tua yang memecah keheningan Misa.
“Sebentar Pastor”, selanya,”Tadi anda mengatakan kalau rahmat itu gratis, cuma-cuma, tanpa beli, seperti minum air, tapi kok kami harus mengeluarkan uang?” protesnya.
Sang pastor diam sejenak, kemudian berkata, “Saudaraku yang dikasihi Tuhan, memang benar Keselamatan itu gratis, cuma-cuma, tapi untuk dapat minum bukankah anda harus mengeluarkan biaya pemasangan pipa? Belum lagi perawatannya yang butuh biaya juga…”

Fr. Yustinus Bambang Harjamto
Semin Ti Kentung

No comments: